Sabtu, 24 November 2012

BULAN MUHARRAM = MOMENTUM PERUBAHAN


Assalaamu’alaikum Wr. Wb.

Pada kesempatan dan momen yang luar biasa ini (10 Muharram), mari kita simak kembali pembahasan mengenai keistimewaan bulan Muharram dari sudut pandang yang lain.

Pembaca yang budiman, penetapan awal tahun baru Hijriyah belum dilakukan pada masa hidupnya Nabi Muhammad saw. Penetapan dan penanggalan Hijriyah ini baru dilakukan pada masa khalifah Umar bin Khattab ra. untuk keperluan kenegaraan dan kemasyarakatan. Namun pernahkah kita terpikir, mengapa bulan Muharram dijadikan sebagai awal tahun baru Hijriyah? Mengapa bukan bulan Ramadhan atau bulan Rabiul ‘Awwal saja? Mengapa bukan bulan yang di dalamnya terdapat peristiwa-peristiwa besar lainnya, seperti:
 Lahir maupun wafatnya Nabi Muhammad saw.
 Diangkatnya Rasulullah saw. menjadi Nabi
 Awal turunnya wahyu (Al-Quran)
 Akhir (sempurnanya) turunnya Al-Quran
 Peristiwa besar menembus batas alam semesta (Isra’ Mi'raj)
 Perebutan kembali kota Makkah (Penaklukan Makkah)
 Kemenangan dalam perang-perang besar melawan kaum kafir
 Dll

Berikut penjelasannya:

PERTAMA,
Bulan Muharram adalah bulan dimana diputuskan dan disepakatinya oleh Rasulullah saw. dan kaum muslim Makkah untuk hijrah ke Madinah (meskipun realisasi keberangkatan hijrah sendiri masih belum bisa dilakukan pada bulan ini). Hijrah dilakukan karena tekanan kaum kafir di Makkah sudah sangat berbahaya bagi keselamatan jiwa dan kelangsungan dakwah Rasulullah saw. juga para sahabatnya. Bahkan beberapa kali Rasulullah saw. akan dibunuh oleh kaum Yahudi dan tentu Allah pasti melindunginya.

Artinya, peristiwa hijrah merupakan peristiwa untuk menuju kepada kehidupan baru Rasulullah saw. dan kaum muslim, dari dunia kemusyrikan menuju dunia tauhid, dari dakwah Islam sembunyi-sembunyi menuju dakwah Islam terang-terangan, dari Islam biasa menjadi peradaban Islam luar biasa.

KEDUA,
Pada bulan Muharram adalah bulan dimana di dalamnya terdapat peristiwa-peristiwa besar bagi seluruh makhluk dan alam semesta, tepatnya pada tanggal 10 Muharram (Hari ‘Asyura). Selengkapnya: “RAHASIA BESAR DIBALIK 10 MUHARRAM”. Pada hari inilah disebut juga Hari Pertolongan Para Nabi, misalnya:
 Nabi Adam diterima taubatnya dan dipertemukan dengan Siti Hawa
 Nabi Nuh diselamatkan dari banjir yang telah lama menimpa
 Nabi Ibrahim diselamatkan dari api
 Nabi Yusuf dibebaskan dari penjara
 Nabi Ya’kub dipulihkan dari gagguan penglihatan
 Nabi Ayub disembuhkan dari penyakit yang telah lama menimpa
 Nabi Yunus dikeluarkan dari perut ikan
 Nabi Musa diselamatkan dari kejaran Fir’aun di Laut Merah
 Nabi Isa diangkat ke langit
 Nabi Muhammad saw. diselamatkan dari racun yang diberikan orang Yahudi
 Dll

Juga pada tanggal 10 Muharram lah, hari yang bersejarah bagi penciptaan laut, gunung, langit, bumi, alam semesta, ‘Arsy, Lauh Mahfuz, dan para malaikat. Bahkan insyaAllah dalam sebuah riwayat alam semesta juga akan dimusnahkan pada hari ‘Asyura. Maka sungguh wajar bahwa puasa 10 Muharram merupakan puasa yang diwajibkan dulunya, kemudian menjadi disunnahkan setelah perintah puasa Ramadhan diturunkan. Bahkan dalam hadits yang shahih disebutkan bahwa seutama-utama puasa setelah bulan Ramadhan adalah puasa di bulan Muharram.

MAKNA
Jelaslah sekarang makna dibalik bulan Muharram yang dijadikan sebagai awal bulan tahun baru Hijriyah.
1. Pertama, diputuskan dan disepakatinya untuk hijrah; yang bermakna munculnya tekad dan komitmen menuju perubahan/perbaikan.
2. Kedua, hari pertolongan bagi para Nabi; yang bermakna tercapainya rahmat dan ampunan Allah.
3. Ketiga, hari penciptaan alam semesta; yang bermakna realisasi/dimulainya sesuatu hal yang baru dan mendasar.

Artinya, bulan Muharram merupakan momentum perubahan/perbaikan. Oleh karena itu, marilah kita mulai berpikir dan bersedia merenung sejenak untuk introspeksi/evaluasi diri dari segala aspek:
Aspek spiritual; yuk sekarang lebih ditingkatkan lagi, perbanyak dzikir, perbanyak istighfar, perbanyak sedekah, untuk mendekatkan diri kepada-Nya dan menggapai rahmat dan ampunan-Nya.
Aspek qolbu; yuk sekarang kita naikkan level syukur kita, buang jauh-jauh sifat untuk mengeluh/menangis, yuk kita mulai perhatikan betapa banyak orang yang berada di bawah dan lebih menderita dibanding kita, selalu berprasangka baik kepada Allah atas setiap takdir kehidupan dan lebih tegar dalam menghadapi musibah.
Aspek horizontal; yuk sekarang lebih berbakti kepada orang tua/mertua, peduli kepada sesama, terutama kerabat, tetangga, dan masyarakat yang lebih dekat. Dan yang amat penting, yuk kita buang fanatisme golongan/kelompok, hindari ‘perdebatan’/perselisihan akibat masalah cabang/khilafiyah, kita satukan dan wujudkan kembali kedamaian seluruh umat Islam.
Aspek jasmaniah: yuk sekarang kita lebih sadar untuk menjaga kesehatan, tidak mendzalimi diri, karena amat sedikit yang (sudah) benar-benar menyadari bahwa kesehatan sebenarnya adalah puncak ‘kenikmatan duniawi’. Bukan uang/harta, bukan pangkat/jabatan/kekuasaan, bukan makanan, bukan cinta/seks. Karena tanpa kesehatan, semuanya menjadi tak berarti.
Aspek kehidupan; bagi atasan (yang memiliki jabatan) agar mengevaluasi kepemimpinannya, bagi bawahan agar mengevaluasi kinerjanya, bagi para guru agar meningkatkan kapasitas keilmuannya, bagi murid agar lebih rajin belajar, bagi orang tua untuk mengevaluasi pendidikan moral anaknya, bagi anak agar lebih berbakti dan lebih dewasa, bagi suami-istri agar melakukan kodratnya masing-masing, bagi aparat agar memperbaiki kepemerintahannya, bagi masyarakat agar lebih taat hukum dan mau berkontribusi kepada negara.

Semoga bulan Muharram ini dapat menjadi pijakan kita untuk naik ke level yang lebih tinggi. Semoga tekad itu muncul dan semoga membawa manfaat perbaikan untuk kita bersama, khususnya bagi penulis pribadi. Aamiin. Kalau tidak sekarang, kapan lagi?

Wassalaamu’alaikum Wr. Wb.
smile :)

Senin, 19 November 2012

RAHASIA BESAR DIBALIK 10 MUHARRAM

SEJARAH, KEISTIMEWAAN, DAN KEUTAMAAN (PUASA) 10 MUHARRAM

Dari Ibnu Abbas ra. berkata Rasulullah saw. bersabda: "Siapa yang berpuasa pada hari ‘Asyura (10 Muharram) maka Allah SWT akan memberi kepadanya pahala 10.000 malaikat dan sesiapa yang berpuasa pada hari ‘Asyura (10 Muharram) maka akan diberi pahala 10.000 orang berhaji dan berumrah, dan 10.000 pahala orang mati syahid, dan barang siapa yang mengusap kepala anak-anak yatim pada hari tersebut maka Allah SWT akan menaikkan dengan setiap rambut satu derajat. Dan sesiapa yang memberi makan kepada orang yang berbuka puasa pada orang mukmin pada hari ‘Asyura, maka seolah-olah dia memberi makan pada seluruh umat Rasulullah saw. yang berbuka puasa dan mengenyangkan perut mereka."

Lalu para sahabat bertanya Rasulullah saw.: "Ya Rasulullah saw, adakah Allah telah melebihkan hari ‘Asyura daripada hari-hari lain?" Maka berkata Rasulullah saw: " Ya, memang benar, Allah Ta’ala menjadikan langit dan bumi pada hari ‘Asyura, menjadikan laut pada hari ‘Asyura, menjadikan bukit-bukit pada hari ‘Asyura, menjadikan Nabi Adam dan juga Hawa pada hari ‘Asyura, lahirnya Nabi Ibrahim juga pada hari ‘Asyura, dan Allah SWT menyelamatkan Nabi Ibrahim dari api juga pada hari ‘Asyura, Allah SWT menenggelamkan Fir'aun pada hari ‘Asyura, menyembuhkan penyakit Nabi Ayyub a.s pada hari ‘Asyura, Allah SWT menerima taubat Nabi Adam pada hari ‘Asyura, Allah SWT mengampunkan dosa Nabi Daud pada hari ‘Asyura, Allah SWT mengembalikan kerajaan Nabi Sulaiman juga pada hari ‘Asyura, dan akan terjadi hari kiamat itu juga pada hari Asyura!".

Dari riwayat tersebut terdapat setidaknya 12 kejadian besar dibalik 10 Muharram.

Hadits lainnya:

Artinya: “Ia adalah hari mendaratnya kapal Nuh di atas gunung “Judi” lalu Nuh berpuasa pada hari itu sebagai wujud rasa syukur.” (Hadits Riwayat Ahmad)

Dari berbagai referensi, maka keistimewaan/keutamaan 10 Muharam berlaku:

1. Nabi Adam bertaubat kepada Allah dan dipertemukan dengan Siti Hawa..
2. Nabi Idris diangkat oleh Allah ke langit.
3. Nabi Nuh diselamatkan Allah keluar dari perahunya sesudah bumi ditenggelamkan selama enam bulan.
4. Nabi Ibrahim diselamatkan Allah dari pembakaran Raja Namrud.
5. Allah menurunkan kitab Taurat kepada Nabi Musa.
6. Nabi Yusuf dibebaskan dari penjara.
7. Penglihatan Nabi Ya’kub yang kabur dipulihkkan Allah.
8. Nabi Ayub dipulihkan Allah dari penyakit kulit yang dideritainya.
9. Nabi Yunus selamat keluar dari perut ikan paus setelah berada di dalamnya selama 40 hari 40 malam.
10. Laut Merah terbelah dua untuk menyelamatkan Nabi Musa dan pengikutnya dari tentera Firaun.
11. Kesalahan Nabi Daud diampuni Allah.
12. Nabi Sulaiman dikaruniakan Allah kerajaan yang besar.
13. Nabi Isa diangkat ke langit.
14. Nabi Muhammad saw. terbebas dari racun orang-orang Yahudi.
15. Hari pertama Allah menciptakan alam.
16. Hari Pertama Allah menurunkan rahmat.
17. Hari pertama Allah menurunkan hujan.
18. Allah menjadikan 'Arsy.
19. Allah menjadikan Luh Mahfuz.
20. Allah menjadikan alam.
21. Allah menjadikan Malaikat Jibril.

Di dalam Kitab Hadits Riyadhus Shalihin, Al-Imam An-Nawawi -rahimahullah- membawakan beberapa hadits berkenaan dengan puasa sunnah pada bulan Muharram, yaitu puasa hari ‘ASYURA (10 Muharram) dan TASU’A (9 Muharram), yaitu:

1. Dari Ibnu Abbas, “Bahwa Rasulullah saw. berpuasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan untuk berpuasa padanya.” (Muttafaqun ‘Alaihi).
* 'muttafaq 'alaihi' secara bahasa berarti disepakati atasnya. Istilah ini biasanya digunakan untuk hadits yang diriwayatkan dan disepakati keshahihannya oleh 2 imam hadits besar: Imam Al-Bukhâri dan Imam Muslim, jadi tingkat keshahihannya menempati posisi ‘paling shahih’.

2. Dari Abu Qatadah, bahwa Rasulullah saw. ditanya tentang puasa hari ‘Asyura. Beliau menjawab, “(Puasa tersebut) menghapuskan dosa (dosa-dosa kecil) satu tahun yang lalu.” (HR. Muslim)

3. Dari Ibnu Abbas beliau berkata: “Rasulullah saw. bersabda, “Apabila (usia)ku sampai tahun depan, maka aku akan berpuasa pada (hari) kesembilan.” (HR. Muslim)

Hadits populer:

"Dan puasa pada hari Arafah –aku mengharap dari Allah- menghapuskan (dosa) satu tahun yang telah lalu dan satu tahun yang akan datang. Dan puasa pada hari ‘ASYURA (tanggal 10 Muharram) –aku mengharap dari Allah menghapuskan (dosa) satu tahun yang telah lalu.” [Shahih riwayat Imam Muslim, Abu Dawud , Ahmad , Baihaqi, dan lain-lain]
----------------------------------------------------------------

Nah, yang menjadi beberapa kekeliruan adalah tentang bagaimana cara menyelisihi orang kafir/Yahudi (KARENA mereka juga berpuasa pada tanggal 10 Muharram). Dan ini terbukti ketika penulis pernah 1 rumah dengan teman non muslim, ternyata mereka juga ikut berpuasa pada tanggal 10 Muharram.

Beberapa hadits tentang hal ini:
1. "Orang-orang Quraisy biasa berpuasa pada hari Asyura di masa jahiliyyah, Rasulullah saw. pun melakukannya pada masa jahiliyyah. Tatkala beliau sampai di Madinah, beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan umatnya untuk berpuasa." (Hadits Shahih Riwayat Bukhari, Ahmad, Muslim, Tirmidzi, Abu Daud, Ibnu Majah, Nasa’i dalam Al-Kubra, Al-Humaidi, Al-Baihaqi, Abdurrazaq, Ad-Darimy, Ath-Thohawi dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya)

2. "Nabi saw. tiba di Madinah, kemudian beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura. Beliau bertanya: "Apa ini?" Mereka menjawab: "Sebuah hari yang baik, ini adalah hari dimana Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuh mereka, maka kami berpuasa pada hari itu sebagai wujud syukur. Maka beliau Rasulullah menjawab: "Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian (Yahudi), maka kami akan berpuasa pada hari itu sebagai bentuk pengagungan kami terhadap hari itu." (Hadits Shahih Riwayat Bukhari, Muslim, Abu Daud, Nasa’i dalam Al-Kubra, Ahmad, Abdurrazaq, Ibnu Majah, Baihaqi, Al-Humaidi, Ath-Thoyalisi)

Dua hadits ini menunjukkan bahwa suku Quraisy berpuasa pada hari ‘Asyura di masa jahiliyah, dan “sebelum hijrah” pun Nabi saw. telah mengerjakannya. Kemudian sewaktu tiba di Madinah, beliau temukan orang-orang Yahudi berpuasa pada hari itu, maka Nabi-pun berpuasa dan mendorong umatnya untuk berpuasa.

Pada tanggal 9 Muharram (disebut hari Tasu’a) dinamakan “sunnah taqririyah” dimana Rasulullah belum sempat menjalankan ibadah puasa ini. Orang Yahudi juga berpuasa pada tanggal 10 Muharram karena sebagai rasa syukur atas diselamatkan Nabi Musa as. dari Fir’aun, kemudian Rasulullah juga berpuasa pada tanggal 10 Muharram, tetapi salah seorang sahabat ada yang bertanya kepada Rasulullah saw. mengapa kita menyamai umat nabi Musa as. Kemudian Rasulullah SAW menjawab puasa tanggal 10 Muharram ini adalah hakku dan untuk membedakannya maka tahun depan aku akan berpuasa 2 hari (Tasu’a dan ‘Asyura) tetapi Rasulullah belum sempat menjalankannya (karena wafat).


Dari berbagai riwayat dan pendapat, ada 4 Cara Menyikapi Puasa ‘Asyura:
1. Berpuasa tiga hari pada 9, 10, dan 11 Muharram.
2. Berpuasa pada hari 9 dan 10 Muharram.
3. Berpuasa pada hari 10 dan 11 Muharram seandainya pada tanggal 9 Muharram nya tidak berpuasa.
4. Berpuasa pada hari ‘Asyura (10 Muharram) saja, sebagian saja ulama memakruhkannya karena Nabi saw. memerintahkan untuk menyelisihi Yahudi, namun sebagian ulama yang lain memberi keringanan (tidak menganggapnya makruh).

PENJELASANNYA:

(1) BERPUASA 9,10, dan 11 Muharram
“Puasalah kalian hari ‘Asyura dan SELISIHILAH orang-orang Yahudi padanya (maka) puasalah sehari sebelumnya dan sehari setelahnya.” (HR. Ahmad dan Al Baihaqi.
Didhaifkan oleh As Syaikh Al-Albany di Dha’iful Jami’. Ibnul Qayyim berkata (dalam Zaadud Ma'al): "Ini adalah derajat yang paling sempurna." Syaikh Abdul Haq ad-Dahlawi mengatakan:"Inilah yang utama."

Ibnu Hajar di dalam Fathul Baari juga mengisyaratkan keutamaan cara ini. Dan termasuk yang memilih pendapat puasa tiga hari tersebut (9, 10 dan 11 Muharram) adalah Asy-Syaukani dalam Nailul Authar dan Syaikh Muhamad Yusuf Al-Banury dalam Ma’arifus Sunan.

Namun ulama-ulama yang memilih cara seperti ini adalah dimaksudkan untuk lebih hati-hati. Ibnul Qudamah di dalam Al-Mughni menukil pendapat Imam Ahmad yang memilih cara seperti ini (selama tiga hari) pada saat timbul kerancuan dalam menentukan awal bulan.

*Meskipun hadits tersebut dha’if, tetapi secara umum boleh diamalkan jika itu HANYA TERKAIT FADHILAH AMAL yang tidak menyangkut aqidah dan hukum.
Inilah tiga syarat penting diperbolehkannya beramal dengan hadits-hadits dha’if dalam keutamaan amal;
- Hadits itu tidak sampai derajat maudlu’ (=palsu).
- Orang yang mengamalkannya ‘mengetahui’ bahwa hadits itu adalah dha’if.
- Tidak memasyhurkannya sebagaimana halnya beramal dengan hadits shahih.

(2) BERPUASA 9 dan 10 Muharram
MAYORITAS HADITS menunjukkan cara ini. Juga pada Kitab Hadits Riyadhus Shalihin pun hanya dibahas mengenai puasa 9 dan 10 Muharram, dan tidak dikutip dalil satu pun tentang puasa 11 Muharram di sana.

(3) BERPUASA 10 dan 11 Muharram
"Berpuasalah pada hari Asyura dan SELISIHILAH orang Yahudi, puasalah sehari sebelumnya atau sehari setelahnya.”
Hadits marfu' ini tidak shahih karena ada illat (cacat). Ibnu Rajab berkata (Lathaiful Ma'arif hal 49): "Dalam sebagian riwayat disebutkan “atau sesudahnya” maka kata ‘atau’ di sini mungkin karena keraguan dari perawi atau memang menunjukkan kebolehan…."

Al-Hafidz berkata dalam Fathul Baari: "Dan ini adalah akhir perkara Rasulullah saw., dahulu beliau suka menyocoki ahli kitab dalam hal yang tidak ada perintah, lebih-lebih bila hal itu menyelisihi orang-orang musyrik. Maka setelah Fathu Makkah dan Islam menjadi termahsyur, beliau suka MENYELISIHI AHLI KITAB SEBAGAIMANA DALAM HADITS SHAHIH. Maka ini (masalah puasa ‘Asyura) termasuk dalam hal itu. Bisa menambah sehari sebelum atau sesudahnya untuk menyelisihi ahli kitab."

(4) BERPUASA 10 Muharram saja
Cukup jelas
--------------------------------------------

(referensi: Websites, Hadits Riyadhus Shalihin, 1001 Kisah Teladan, , Kitab Hisnul Muslim e-book)